Menerawang Inspirator

Lanjutan kisah tentang terawang menerawang. Sebenernya tadi ga akan bahas panjang lebar tentang copet, tapi pikiran mengarahkan ke sana jadi weh dibuat satu judul :p. Tadinya mau cerita bahwa dari hasil mengamati orang itu, kemudian ada beberapa hal yang berubah di masa kini. Apakah itu?

Yakni interaksi dengan lingkungan yang tergantikan dengan aktivitas gadgeting.

**

Kalau dipikir-pikir, kenapa saya suka SKSD, mudah untuk mengenal orang baru sepertinya karena latihan berkereta saya sejak SMP. Awalnya sama lhaa kaya abege nubie, saya di kereta kerjaannya ya diem, sambil degdegan ini udah nyampe stasiun mana. Tapi karena lama kelamaan orang yang lebih dewasa dari saya sering memulai percakapan lebih dahulu, saya pun akhirnya memberanikan diri untuk memulai percakapan.

Teringat saat kelas 2/3 SMP, saya ditanya seorang bapak bapak, mau kuliah dimana (iya, kuliah! bukan SMA mana). Lha, mana saya tahu pak. Kemudian beliau menasehati saya untuk tidak menyerah jikalau gagal masuk perguruan tinggi, terus coba, dan coba terus. Ucapan bapak itu selalu terngiang di telinga saya.

Pernah juga saya ngobrol dengan bu guru yang sedang membuat karya tulis untuk promosinya menjadi kepsek. Beliau pun cerita tentang perjuangannya dulu, disaat anak-anaknya kecil yang diboyong ke sekolah sejak bayi! Ga merepotkan sama sekali! sang anak jadi mengikuti ritme ibunya.

Atau cerita tentang kakek nenek yang masa tuanya memilih rumah di sudut cicalengka, dengan alasan supaya punya ’kampung halaman’, dan anak anaknya yang ’ngota’ bisa pulang ke ’kampung’.

Masih banyak sebenarnya ’pelajaran’ dari dalam kereta selain pelajaran yang didapatkan dari hasil berinteraksi sesama roker (rombongan kereta), seperti pelajaran dari tunanetra yang suaranya MasyaAllah baguuuus banget dan rapiiii banget kalau lagi ngamen, mengajarkan diri untuk bersyukur sekaligus takjub dengan ciptaanNya. Pelajaran sogok menyogok kondektur dan penumpang, mengetes sejauh apa nurani berontak. dll dll dll.

Kembali ke masalah interaksi. Sayangnya saat ini-entah kapan mulanya-kehangatan berinteraksi sepertinya tergantikan oleh makhluk bernama smartphone. Coba deh perhatikan! dan hitung. Dari sekian banyak orang di kereta atau saat menunggu kereta di stasiun, berapa orang yang menunduk gadgeting? dan berapa rata rata usia mereka?

Kalau yang saya temui, yang tak menunduk-khusyuk-adalah ibu ibu yang rempong bawa anak, generasi ibu saya, dan kalangan yang memang belum terjangkau oleh teknologi canggih tersebut. Sisanya? ya kalau ga menunduk khusuk tidur, menunduk menatap layar, dan pasang earphone (sambil menunduk).

Memang salah? ya engga ada yang salah, wong HP HP dia, hak hak dia donk, mau berinteraksi dengan siapa. Saya cuma membayangkan bila setiap diri yang merunduk itu melakukan interaksi sosial, maka akan tercipta kisah kisah inspirasi baru, menambah kenalan, atau mungkin bertemu jodoh :p.

Menyapa anak sekolahan…

“Sekolah dimana Dek? Oh, sama donk, Kakak(?) juga dulu sekolah disana. Gimana gimana sekolah disana? betah ga? Ooh… si ibu itu mah memang gitu, tipsnya ya Dek kamu harus a b c d e. Nanti kuliah dimana? Waah keren tuh! gimana gimana, ada yang bisa dibantu ga? Hasil TOnya gimana?”

Menyapa anak kuliahan…

“Kuliah dimana? Wow keren… disana belajar apa aja? Wah keren euy! ”

Ya… lihat-lihat juga responnya, kalau ga suka kita tanya tanya ya gausah dilanjut :p *kepo banget sih kakak*. Yang pasti orang itu sangat senang dimotivasi, disemangati, didukung cita-citanya, didengarkan ceritanya.

Keur naon atuh Muth? Hihi. Beda tipikal orang beda efek. Kalau bagi saya, berinteraksi memberikan energi, asa tiba-tiba jadi bahagia we! Adapun kisah inspirasi yang didapat, itu mah efek samping.

Tapi… tapi… tapi… jangan-jangan sesungguhnya tiap orang bisa menjadi jalan inspirasi bagi siapa saja? Ya, saya percaya kisahmu kisahku kisahnya bisa menjadi inspirasi bagi orang yang kau acuhkan disebelah. Maka, matikan sejenak HPmu, lihat sekitar, senyum, dan carilah objek inspiratormu.


Tinggalkan komentar